JAKARTA - Anak Agung Ngurah Muditha atau akrab
disapa Turah Pemayun Kesiman mengatakan aksi demonstrasi oleh segelintir
massa yang menolak revilatisasi Teluk Benoa, Bali, Rabu (19/8) siang, tidak mencerminkan budaya dan adat istiadat masyarakat Bali.
"Masyarakat Bali itu dalam sikapi sesuatu pasti sembahyang dulu, dan bermusyawarah mufakat. Tidak asal menolak. Budaya Bali
itu banjar, musyawarah mufakat dan nurut guru wisesa (pemerintah,
red)," kata Anak Agung Ngurah Muditha ketika dihubungi, kemarin.
Penasehat Yayasan Bumi Bali Bagus ini juga menyatakan budaya masyarakat Bali selalu kedepankan hal tersebut, meski diakuinya ada saja riak-riak kecil yang memberontak.
"Kami yakini mereka yang menolak revitalisasi Teluk Benoa
itu kurang informasi. Hanya segelintir saja yang menolak. Karenanya
tidak kami khawatirkan, justru terus kami dekati agar mereka memahami
secara sadar pentingnya revitalisasi Teluk Benoa," ujarnya.
Komang Gde Subudi, Ketua Yayasan Bumi Bali Bagus mengatakan sebagai orang asli Bali, ia melihat rencana revitalisasi Teluk Benoa ini beritikad baik. Dari awal, ucapnya, pihak investor sudah benar dalam melakukan kajian, dan tahapannya.
"Kami lihat mereka serius, lakukan kajian dan tahapannya, tidak
asal-asalan membangun. Terlebih, pihak investor juga berkomitmen untuk
jaga lingkungan. Revitalisasi Teluk Benoa ini penting untuk masyarakat Bali," katanya.
Subudi pun mengatakan penolakan terhadap rencana revitalisasi Teluk Benoa
tak lepas dari efek persaingan pilkada gubernur dulu. Pihak yang kalah
tidak senang jika gubernur sukses dalam melakukan pembangunan di Bali.
"Yang menolak itu bagian kecil saja dari masyarakat Bali. Mereka terlihat besar karena gunakan media sosial. Kami yakin masyarakat Bali bersikap dewasa dalam sikapi rencana revilatisasi. Kami optimis revitalisasi Teluk Benoa ini bisa terwujud," katanya.
No comments:
Post a Comment